Jakarta, Kanaldata.Com 2024 -Pertumbuhan konsumsi Listrik Indonesia dewsa ini belum bergerak seperti yang diharapkan. Pertubuhan dapat dikatakan stagnan, terutama sektor industry dan bisnis belum tumbuh seperti yang diharapkan.
Penyebab stagnasinya pertumbuhan konsumsi energi Listrik, penyebab utama adalah pertumbuhan ekonomi nasional belum berbasis produktivitas, tetapi capaian pertumbuhan ekonomi masih berbasis konsumtif, yang mengandalkan dukungan produk produk impor.
Menurut pandangan Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadah Mada Prof. Ir. Tumiran, M.eng., Ph.D, maka Pembangunan ekonomi kedepan harus memapu mengangkat penciptaan lapangan kerja produktif dan meningkatkan ekspor dari hasil karya karya anak anak bangsa. Menurutnya, dilingkungan Asean, capaian konsumsi leistrik per kapita nasional, ada diurutan ke enam setelah Singapore, Brunei, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Vietnam yang dulunya mengkonsumsi energi Listrik lebih erndah dari Indonesia, saat ini telah mampu emningktakn produktifitas dan keonsumsi energi listriknya sudah mencapai sekitar 1800 an Kwh/kapita, sementara Malaysia sudah mencapai 4700 Kwh/kapita.Indonesia saat ini baru mencapai rata rata sekitar 1170 an Kwh/kapita.
Sementara rerata dunia, konsumsi sudah mencapai 3000 Kwh/kapita. Capaian konsumsi yang meningkat tersebut, bukan berarti ada indikasi pembororas, tetapi aktifitas ekonomidi negara negara tersebut tumbuh berbasis produktofitas, yaitu berkembangnya industry ayng menyerap tenaga kerja dan menciptakan produk produk unggulan.
Oleh karena itu menurut Prof Tumiran, Pembangunan ekonomi kedepan harus berbasis dan berorientasi mendorong produktivitas dengan penguatan industry nasional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan meningkatkan ekspor.
Sesuai perencanaan Kebijakan energi nasional, direncanakan bahwa konsumsi energi Listrik nasional memasuki tahun 2025 dapat mencapai 2500 Kwh/kapita.
Sekenario yang disusun tahun 2012 waktu KEN direncanakan, diharapkan pertum buhan eknomo dapat tumbuh daytas 6 %, dan industry menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Dari target konsumsi tersebut juga diharapkan konstribusi energi bersih (EBT) dapat berkonstribusi sampai 23%. Konstribusi EBT diharapan juga berkontribusi menggerakan industry ebt dalam negeri, sehingga EBT berkonstribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pada kenyataannya Upaya tersebut belum berhasil, karena road map industry nasional tida konsisten dikerjakan dan kita masih ber orientasi menciptakan pasar bagi produk produk impor, keluhnya.
Masih menurut Tumiran, saat ini telah terjadi diskusi keluhan target capaian EBT, bahkan ada yang sampai menyalahkan target EBT 23%. Menurut Tumiran menyalahkan target adalah sesuatu ayng kurang bijak, tetapi ayng harus di perhatikan mengapa konsumsi kita tidak beranjak naik untuk bisa menjadi off-taker EBT, karena orientasi pertumbuhan ekonomi belum mengupayakan berbasis produktivitas. Tambahnya lagi di dalam nendorong percepatan EBT, Upaya mengembangkan industri berbasis potensi nasional harus menjadi prioritas.
dari Guru Besar Elektro Universitas UGM menyoroti Dalam satu dekade terakhir, permintaan energi listrik di Indonesia telah mencapai titik stagnasi yang mengkhawatirkan, tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cenderung konsumtif.
Prof. Ir. Tumiran dari Guru Besar Elektro Universitas UGM menyoroti kegagalan pertumbuhan industri sebagai pilar ekonomi, menekankan pentingnya fokus pada target 2025.(AL/SF)