Penggeledahan KPK Menjelang Pilkada Serentak 2024: Ujian Hukum dan Politik di Semarang
Semarang, KanalData.Com 2024 – Sudah sepekan sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor dan rumah pribadi Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang akrab disapa Mbak Ita. Penggeledahan yang dimulai pada Rabu (17/7/2024) pukul 09.00 WIB dan berlangsung selama 10 jam tersebut menandai babak baru dalam upaya penegakan hukum di Kota Semarang. Dalam penggeledahan itu, penyidik KPK mengangkut dua koper berukuran besar dari lokasi tersebut.
Tidak hanya di kediaman pribadi dan kantor wali kota, KPK juga melakukan penggeledahan di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Semarang. Di antaranya adalah Ruang Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPJB), Dinas Arsip dan Perpustakaan, Dinas Perikanan, Dinas Perindustrian, Dinas Pendidikan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta Badan Kesbangpol Kota Semarang. Terbaru, pada Senin (22/7/2024), KPK menggeledah kantor Dinas Kesehatan Kota Semarang dan Rumah Sakit Daerah Wongsonegoro.
Menurut juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, kegiatan penyidikan ini terkait dengan dugaan gratifikasi, pemotongan insentif pegawai, serta pengadaan barang dan jasa. Dari serangkaian penggeledahan tersebut, penyidik menyita dokumen perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), catatan aliran dana, dan barang bukti elektronik lainnya seperti yang di lansir Antara
Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, telah dicegah bepergian ke luar negeri terkait proses penyidikan ini. Meski demikian, Mbak Ita kembali tampil di hadapan publik pada Senin lalu, menegaskan bahwa dirinya tetap berada di Semarang dan berharap proses penyidikan berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku, serta memastikan layanan Pemerintah Kota Semarang tidak terganggu.
Dinamika Politik Menjelang Pilkada
Operasi penggeledahan oleh KPK ini menimbulkan berbagai spekulasi, mengingat penyidikan dilakukan menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Mbak Ita sendiri telah menyatakan niatnya untuk maju kembali sebagai calon Wali Kota Semarang sesuai arahan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri.
Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan. Namun, ia juga menengarai bahwa operasi KPK ini merupakan bagian dari dinamika politik yang sering terjadi menjelang pilkada. Hasto mengingatkan bahwa peristiwa serupa pernah terjadi menjelang Pilkada 2018, ketika calon Gubernur NTT dari PDI-P, Marianus Sae, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Di sisi lain, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa penyidikan perkara di Kota Semarang tidak menyangkut persoalan politik. KPK hanya mempertimbangkan kecukupan alat bukti dan kesepakatan peserta forum ekspose dalam gelar perkara.
KPK dan PDI-P: Ketegangan yang Meningkat
Selain kasus di Semarang, KPK juga terlihat memiliki banyak urusan dengan partai banteng, terutama setelah penangkapan Harun Masiku yang hingga kini masih buron. Belakangan, KPK memanggil sejumlah tokoh PDI-P, termasuk Hasto Kristiyanto, dalam berbagai penyidikan.
Dalam konferensi persnya, KPK menyatakan kemungkinan untuk menerapkan pasal obstruction of justice dalam kasus Harun Masiku, setelah mendapatkan bukti permulaan dari pemeriksaan sejumlah saksi.
KPK juga memanggil Hasto terkait kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Hasto dipanggil dalam kapasitasnya sebagai konsultan terkait proyek tersebut.
Dengan dinamika politik yang semakin kompleks menjelang Pilkada Serentak 2024, semua mata kini tertuju pada perkembangan kasus ini dan dampaknya terhadap situasi politik di Semarang dan nasional. PDI-P sebagai partai penguasa di banyak daerah harus menghadapi tantangan serius baik dari segi hukum maupun politik.SLY