Beranda » Pemilu Secara Serentak Bertujuan Menguatkan Sistem Presidensial

Pemilu Secara Serentak Bertujuan Menguatkan Sistem Presidensial

pilpers2024

Pemilu Secara Serentak Bertujuan Menguatkan Sistem Presidensial

Image

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat memberikan materi dalam Kegiatan Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Sabtu (10/12/2022) di Gedung UII, Yogyakarta. Foto Humas/Agung.

YOGYAKARTA, KanalData.Com 2023 Konstitusi telah mengamanatkan pemilihan umum (pemilu) harus diselenggarakan berdasarkan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Langsung berarti setiap warga negara harus menggunakan hak pilihnya tanpa diwakili oleh siapapun. Umum berarti pemilu yang diselenggarakan harus terbuka untuk umum, bersifat transparan, sehingga akuntabilitas pemilu dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.  Bebas berarti setiap warga negara memiliki hak untuk menentukan hak memilihnya kepada setiap kandidat manapun tanpa tekanan dari siapapun. Rahasia berarti setiap warga negara berhak untuk tidak menyiarkan kandidat yang dipilihnya di dalam proses pemilihan. Sedangkan jujur dan adil berarti setiap penyelenggara atau aparatur negara yang terlibat di dalam proses pemilu atau pilkada, mulai dari tahap awal hingga akhir diselesaikannya sengketa pemilu/pilkada, harus bersikap jujur dan adil di dalam melaksanakan proses pemilu.

Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam Kegiatan Seminar Nasional Program Studi Hukum Magister (PSHPM) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) dengan tema “Tantangan Mahkamah Konstitusi Dalam Perselisihan Hasil Pemilu Dan Pilkada 2024”, pada Sabtu, (10/12/2022) di Ruang Rapat Lantai 3 Sayap Timur, Gedung UII, Yogyakarta.

Lebih lanjut Anwar menjelaskan, sikap jujur aparatur negara yang terlibat di dalam proses pemilu/pilkada, dapat dimaknai memiliki integritas moral di dalam melaksanakan setiap proses dan tahapan pemilu/pilkada, serta melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan adil bagi aparatur negara yang terlibat di dalam proses pemilu/pilkada, dapat dimaknai bersikap fair dan equal treatment terhadap semua kontestan atau peserta pemilu/pilkada tanpa terkecuali. Dalam setiap penyelenggaraan pemilu/pilkada, MK selalu mengadakan kegiatan bimbingan teknis kepada seluruh pemangku kepentingan.

“Hal ini dapat dimaknai sebagai bagian dari fairness dan equal treatment Mahkamah Konstitusi kepada seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pemilu/pilkada, agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Karena setiap pihak yang berkepentingan, telah mengetahui seluruh proses dan tahapan penyelesaian perkara pemilu/pilkada secara objektif dan transparan. Jika prinsip dalam pemilu/pilkada ini menjadi pegangan dan dilaksanakan dengan baik, maka tentunya diharapkan, proses pemilu/pilkada dapat terselenggara dengan fair, dan hasil pemilu/pilkada diharapkan dapat melahirkan pemerintahan dengan legitimasi yang kuat dari rakyat,” jelas Anwar.

Namun di dalam kenyataannya, Anwar melanjutkan, proses demokrasi dalam pemilu/pilkada, bukanlah sesuatu yang mudah dan dapat berjalan lancar tanpa aral melintang. Tidak hanya di Indonesia, berbagai pemilu dan proses demokrasi di berbagai belahan dunia, juga mengalami ujian yang berat bahkan sangat berat.

“Karena demokrasi yang tidak terkelola dengan baik, dapat menimbulkan perpecahan, situasi keos (chaos), hingga terjadinya perpecahan atau disintegrasi bangsa. Hal ini bukanlah isapan jempol belaka, karena telah terjadi dan dialami oleh berbagai negara di dunia,” lanjut Anwar.

Perkembangan Demokrasi dan Sistem Pemilu

Anwar juga menjelaskan, dalam konteks perkembangan demokrasi dan sistem pemilu, MK dalam Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 dan putusan-putusan setelahnya, melakukan reformulasi pemaknaan Pasal 6A dan Pasal 22E UUD 1945. Dalam perkara ini, MK menggunakan pendekatan penafsiran original intent, sistematik, dan gramatikal dalam memaknai pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) serta pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres).

Sehingga dengan pemaknaan baru tersebut, berimplikasi kepada pelaksanaan pemilu legislatif yang semula dilaksanakan terpisah antara pemilu legislatif (yang dilakukan lebih dulu), dan pemilu presiden/wakil presiden (dilakukan setelah pemilu legislatif), menjadi dilakukan secara bersamaan (serentak). Hal ini bertujuan untuk menguatkan sistem presidensial sesuai rancang bangun sistem ketatanegaraan yang kini dianut oleh UUD 1945 pasca perubahan. Selain itu, penyelenggaraan pilpres dan pileg yang dilakukan secara serentak, diharapkan dapat menciptakan efisiensi dalam beberapa hal.

Pertama, pemilu serentak diharapkan dapat menghemat penggunaan uang negara untuk pembiayaan penyelenggaraan pemilu. Sehingga anggaran negara hasil penghematan tersebut, dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan negara untuk mencapai tujuan negara lainnya, utamanya memajukan kesejahteraan rakyat. Kedua, pemilu serentak diharapkan dapat mengurangi pemborosan waktu dan mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat. Lebih dari itu, dengan pemilu pilpres dan pileg yang dilakukan serentak, menjadi sarana pendidikan politik (political education) bagi masyarakat, untuk dapat menggunakan hak pilihnya dengan cerdas, karena setiap warga negara dapat turut memiliki andil dalam membangun peta checks and balances dari pemerintahan presidensiil dengan keyakinannya sendiri,” terang Anwar.

Menurut Anwar, perkembangan demokrasi dan pemilu adalah suatu proses yang harus dimaknai secara positif. Meski harus dimaklumi pula, bahwa perkembangan tersebut juga telah melahirkan kompleksitas permasalahan sistem yang tinggi. Permasalahan itu tidak hanya dalam proses pelaksanaan pemilunya saja, melainkan juga terkait dengan penyelesaian sengketa pemilu pasca rekapitulasi suara dilakukan. Terlepas dari segala kekurangan dalam sistem dan pelaksanaan demokrasi dan penegakan hukum pemilu yang harus senantiasa dievaluasi dan dibenahi, kita patut banyak bersyukur pula di sisi yang lain, karena banyak negara-negara di dunia yang memiliki problem lebih berat dari Indonesia dalam menjalankan roda demokrasinya.

Di akhir ceramah kuncinya, Anwar menegaskan, kesuksesan penyelenggaraan kegiatan penyelesaian perselisihan hasil pemilu di MK, tidak semata-mata bergantung kepada MK saja, melainkan juga bergantung kepada berbagai pihak. Dalam kesempatan kali ini, Anwar berharap secara khusus kepada kalangan perguruan tinggi/akademisi untuk mengawal proses demokrasi yang berlangsung.

“Karena peran akademisi juga merupakan pilar demokrasi dan pemain kunci bagi terselenggaranya pemilu serentak 2024 yang sukses dan demokratis, untuk sama-sama mengawal proses demokrasi ini agar tetap berada pada track yang benar,” pungkas Anwar.Humasmkri.id@KanalData

Tinggalkan Balasan