Kritik Membangun Terhadap Pemerintah Terkait Transisi Energi dan Dampak Industri Nikel
Jakarta, KanalData.Com 2024-Pada hari ini, Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, mengemukakan kritik terhadap pemerintah Indonesia, menyatakan bahwa pemerintah dianggap belum serius dalam melakukan transisi energi. Kritik ini terutama muncul seiring dengan ambisi hilirisasi nikel yang dianggap tidak sejalan dengan upaya menjaga lingkungan.
Leonard Simanjuntak menyoroti bahwa meskipun pemerintah gencar mengkampanyekan ekonomi hijau, industri pertambangan nikel justru telah menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran akut, dan penggusuran masyarakat adat. Eksploitasi nikel yang tidak terkendali juga mencemari laut dan udara. Rencana pembangunan 53 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dianggap akan meningkatkan emisi dan pencemaran udara.
Menurut Leonard, transisi energi menjadi krusial untuk memangkas emisi karbon dan menekan kenaikan suhu Bumi. Dia menekankan bahwa potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 3.643 GW, tetapi pemanfaatannya baru sebesar 0,3 persen. Porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional baru mencapai 13,1 persen, jauh dari target 23 persen pada tahun 2025.
Leonard juga mencatat bahwa pada debat calon wakil presiden, tidak ada pembahasan mengenai rencana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara, meskipun program tersebut tertuang dalam dokumen visi-misi paslon 01 dan 02.
Pemerintah juga diingatkan terkait solusi transisi energi, seperti pengembangan bioenergy. Namun, Leonard mencatat bahwa pemenuhan biodiesel berpotensi memicu ekspansi industri sawit melalui deforestasi, yang dapat mengancam hutan dan lanskap gambut alami yang tersisa.
Greenpeace dan CELIOS melakukan riset yang menunjukkan bahwa transisi dari ekonomi ekstraktif ke ekonomi hijau dapat memberikan kontribusi signifikan, menambah Rp4.376 triliun ke output ekonomi nasional dan membuka lapangan kerja untuk 19,4 juta orang.
Kritik juga mengarah pada isu reforma agraria, di mana para cawapres diingatkan tidak membahas penyelesaian konflik agraria akibat proyek-proyek strategis nasional (PSN). Data Konsorsium Pembaruan Agraria menunjukkan adanya 42 konflik agraria akibat PSN pada tahun 2023, melibatkan 516.409 hektare lahan dan berdampak terhadap lebih dari 85 ribu keluarga.
Meskipun ketiganya berjanji untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat, keengganan sikap politik presiden terpilih dan partai politik pendukung selama ini menimbulkan keraguan mengenai keseriusan dalam melindungi masyarakat adat dan wilayah adat.
Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk mempertimbangkan kembali kebijakan energi dan lingkungan guna mencapai transisi yang lebih berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.